Total Pageviews

Friday, 7 December 2012

Keutamaan Seorang Muslimah


Sejak Rasulullah SAW lahir ke dunia, wanita sangat dimuliakan kedudukannya di mata Islam, tidak seperti jaman jahiliah dahulu bayi wanita yang lahir harus dibunuh, Masya Allah..Berikut ini kami sampaikan 40 Hadist bagaimana Allah SWT memberikan tempat atau kedudukan wanita baik di mata Allah SWT , suami, anak-anak, dan di hadapan manusia lainnya..
  1. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik dari 70 orang pria yang soleh.
  2. Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang senantiasa           menangis karena takut pada Allah S.W.T. dan orang yang takut pada Allah S.W.T. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
  3. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah.
  4. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak pria. Maka barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya seolah- olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail A.S.
  5. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W.) di dalam syurga.
  6. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
  7. Dari Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan se Suatu dari anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.
  8. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
  9. Apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.
  10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
  11. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
  12. Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.”
  13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dia kehendaki.
  14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
  15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
  16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T. mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T.
  17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
  18. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
  19. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.
  20. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
  21. Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 pria yang jahat.
  22. Rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
  23. Wanita yang memberi minum air susu ibu (asi) kepada anaknya daripada badannya (susu badannya sendiri) akan dapat satu pahala dari pada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
  24. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan mendapat pahala jihad.
  25. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.
  26. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.
  27. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
  28. Wanita yang memerah susu binatang dengan “bismillah” akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.
  29. Wanita yang menguli tepung gandum dengan “bismillah”, Allah akan berkatkan rezekinya.
  30. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di baitullah.
  31. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
  32. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.
  33. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.
  34. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.
  35. Jika wanita melayani suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.
  36. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempo(2½ thn),maka malaikat-malaikat dilangit akan khabarkan berita bahwa syurga wajib baginya. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
  37. Jika wanita memicit/mijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memicit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak.
  38. Wanita yang meninggal dunia dengan keredhaan suaminya akan memasuki syurga.
  39. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.
  40. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat, tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya yaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.


Berbahagialah engkau wahai bidadari penghuni syurga…… !




Thursday, 7 June 2012

Ketika Kitab Suci Tak Lagi Dihormati

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sama sekali padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”  (QS. al-Baqarah: 2)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah telah mengungkapkan makna kata-kata laa raiba fiih ini di dalam tafsirnya, dengan suatu penafsiran yang sangat ilmiah, kuat, dan gamblang. Beliau rahimahullah berkata, “Makna kalimat ini dalam konteks ini adalah bahwasanya kitab ini yaitu al-Qur’an tidak ada keraguan padanya bahwa ia benar-benar turun dari sisi Allah.” “Sebagian ulama menjelaskan bahwa kalimat ini adalah berita yang mengandung larangan; maksudnya adalah janganlah kalian meragukan tentangnya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [1/52])
al-Qur’an, sebuah kitab suci yang turun dari Allah, bukan produk pemikiran manusia ataupun buah proses kebudayaan yang mereka ciptakan. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Turun membawanya ar-Ruh al-Amin/malaikat Jibril, dan diwahyukan kepada hatimu, agar kamu menjadi salah seorang pemberi peringatan.” (QS. asy-Syu’ara’: 193-194)
al-Qur’an ini datang dari sisi Allah, bukan hasil rekayasa otak seorang manusia, sesosok tokoh revolusi atau pujangga arab tempo dulu, sejenius dan sehebat apapun dia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dia lah yang telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Kitab itu…” (QS. Ali ‘Imran: 7). Allah ta’ala -dan Dia adalah sejujur-jujur pemberi perkataan- telah menegaskan (yang artinya), “Tidak datang kepadanya kebatilan, dari arah depan maupun dari arah belakang, itu adalah sesuatu yang diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fushshilat: 42)
Di dalam al-Qur’an itulah, Allah memberikan berbagai ketetapan hukum dari sisi-Nya -bukan dari sisi manusia- karena Allah lah Yang Maha Mengetahui segalanya, sebab Dia lah yang telah menciptakan Adam beserta keturunannya, begitu pula jin dan seluruh bagian jagad raya. Alaa ya’lamu man khalaq, wa huwal lathiiful khabiir“Tidakkah Dia mengetahui, yaitu Dzat yang telah menciptakan itu semua, dan Dia adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Mulk: 14)
Oleh sebab itu Allah memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang tidak mau mengakui hukum tuhan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. al-Maa’idah: 42). “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. al-Maa’idah: 45). “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. al-Maa’idah: 47)
Pembaca yang budiman, sesungguhnya sekarang ini kita tidak sedang menghakimi seseorang atau sebuah pemikiran yang oleh para pencetusnya dianggap sebagai refleksi kebangkitan neo-modernisme atau pembaruan Islam dalam pandangan mereka. Apa yang ingin kita kritisi di sini adalah dampak sebuah pemikiran -sebenarnya lebih layak disebut sebagai pembodohan- yang pada hakikatnya tidak pantas untuk didiskusikan dalam wacana ilmu Islam baik di masa dahulu maupun sekarang, apalagi untuk dikembangkan dan diajarkan di berbagai institusi pendidikan. Namun, kenyataannya tidak sedikit orang yang tertipu bahkan menikmati kerancuan ini. Mereka lebih suka larut dalam buaian slogan palsu aktualisasi dan kontekstualisasi ajaran Islam, meskipun harus menempuh cara-cara yang keji dan tak malu-malu lagi untuk merusak kehormatan kitab suci.
Tepat sekali, anda tentu bisa menebaknya. Siapa gerangan yang kini sedang kita bicarakan. Mereka tidak lain adalah sebuah kelompok yang merasa paling benar dan paling canggih dalam menafsirkan teks-teks keislaman serta paling bisa menjawab tantangan jaman. Dengan berbagai gaya pengungkapan dan terkadang disembunyikan dengan sedikit rasa malu, mereka telah menobatkan dirinya sebagai panglima ijtihad dan generasi pembebas umat dari belenggu taklid yang menghinggapi mayoritas umat Islam dewasa ini, sebagaimana yang mereka kira. Inilah misi usang yang mereka perjuangkan.
Sesungguhnya bagi mereka, kitab suci -dalam artian yang sesungguhnya- sudah tidak ada. Yang ada adalah teks masa lalu, sebuah produk budaya (muntaj tsaqafi) yang halal dan bahkan mustahab (dianjurkan) untuk direinterpretasikan oleh siapa saja; bahkan dengan metode buatan musuh-musuh Islam sekalipun! Jaringan Islam Liberal (JIL) !!! Itulah rupanya gerakan pengacau keagamaan yang tak henti-hentinya menebar kerisauan dan kegelisahan di tengah-tengah kehidupan umat Islam di tanah air.
Tentu saja apa yang dilakukan oleh JIL bersama sekutu-sekutunya (baca: firqah-firqah sesat) meresahkan hati umat Islam, terkhusus para ulama dan cendekiawan muslim dari berbagai lapisan masyarakat. Wajarlah jika kemudian muncul berbagai tanggapan negatif dari umat Islam atas keganjilan dan kelancangan JIL -dengan beraneka ragam wajah dan rupa- dalam mengkritisi nash-nash/dalil-dalil agama. Bagi JIL, hal itu -mengkritisi dan mempertanyakan firman Allah dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah sesuatu yang biasa dan sah-sah saja.
Bagi JIL agama tak ubahnya suatu organisme atau makhluk hidup yang berkembang dan berubah dari jaman ke jaman menuju tingkat kedewasaan. Dan konsekuensi dari cara berpikir semacam ini -entah mereka lupa atau pura-pura tidak tahu- adalah para pemeluk agama ini (baca: umat Islam) kelak harus menerima kenyataan sangat pahit bahwa agama yang telah mereka yakini selama ribuan tahun akan mengalami kepikunan dan pada akhirnya harus mati! Mungkin itulah sebenarnya yang dicita-citakan oleh musuh-musuh Islam penggagas pluralisme dan liberalisasi ajaran Islam.
Sebab, sebagaimana yang sering dilontarkan oleh Ulil (koordinator JIL), bahwa ‘Islam’ yang dia bawa adalah islam yang tidak mengenal adanya tembok pembatas antara ‘kita’ (umat Islam) dengan ‘mereka’ (non Islam). Sebuah pemahaman Islam yang tidak lagi mengenal konsep pengkafiran; karena semua agama -dalam pandangan mereka- adalah benar dan tepat di jalannya masing-masing. Dengan bahasa yang sederhana, sebenarnya Ulil dan teman-temannya ingin meracuni akal kita dengan sebuah logika berpikir yang sesungguhnya menunjukkan kebodohan dalam memahami takdir dan kehendak-Nya.
Logika berpikir mereka itu adalah; karena Allah yang telah menciptakan agama-agama itu (baca: pluralisme) dan menghendaki mereka ada di muka bumi ini, lantas mengapa kita harus mempermasalahkan keyakinan mereka terhadap agamanya. Justru, kitalah yang seharusnya mempertanyakan keyakinan yang selama ini dianut oleh umat ini (bahwa Islam satu-satunya agama yang benar). Sebab, seandainya Allah tidak ‘mencintai’ agama-agama itu sungguh tidak masuk akal dan tidak bijaksana apabila Dia ‘membiarkan mereka’ bebas hidup dan menjaring sekian banyak pengikut dengan mengatasnamakan tuhan. Kalau agama-agama lain bisa menerima kritik, mengapa agama kita tidak?! Inilah inti logika berpikir (baca: kerancuan) yang bisa kita simpulkan dari berbagai produk pemikiran yang mereka hembuskan. Cara berpikir semacam itulah yang ingin dikembangkan dan disebarluaskan oleh JIL dengan seluruh daya dan kekuatan mereka. “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedangkan Allah enggan melainkan menyempurnakan cahaya-Nya. Meskipun orang-orang kafir tidak suka.”
Sebenarnya, sebagaimana sudah kita singgung di depan, apa yang mereka lontarkan adalah tindak pembodohan dan kemalasan berpikir itu sendiri. Sesuatu yang Ulil dan rekan-rekannya berusaha lari darinya namun mereka justru terjebak berkali-kali di dalamnya. Suatu ekspresi kebingungan yang tidak selayaknya seorang yang berakal apalagi seorang muslim terpengaruh oleh hal-hal seperti ini.
Berangkat dari pola berpikir yang kacau semacam itulah muncul berbagai gagasan untuk merevisi ajaran Islam dan meninjau ulang tatanan agama yang sudah baku dan mapan. Muncullah gagasan untuk menerbitkan al-Qur’an edisi kritis. Tidak hanya itu, bahkan praktek perkawinan sejenis pun mereka halalkan dengan dalih bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar secara genetis dan bagian dari sikap menunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan. Begitu pula masalah jilbab, yang menurut mereka tidak lebih daripada ekspresi budaya arab yang bersifat sementara dan tidak universal. Sehingga menurut mereka, batasan jilbab sebenarnya adalah kepantasan menurut adat setempat. Muncul pula penolakan terhadap berbagai hukum syari’at dengan anggapan bahwa hukum-hukum itu tidak lagi relevan dengan jaman dan bertentangan dengan semangat dasar Islam -menurut mereka- yaitu pembebasan. Bahkan, menurut Ulil, hukum tuhan itu tidak ada. Kebebasan telah menjelma menjadi dewa dan berhala yang dipuja-puja oleh mereka.
Kaidah para ulama pun mereka plesetkan demi memuluskan niat mereka. Misalnya, ungkapan hifzhud din dan hifzhul ‘aql -yang artinya adalah memelihara agama (Islam) dan menjaga akal- yang termasuk dalam cakupan maqashid syari’ah (tujuan-tujuan pokok syari’at) pun mereka selewengkan artinya menjadi ‘kebebasan beragama’ dan ‘kebebasan berpikir’ alias liberalisme dan pluralisme yang mereka eluk-elukkan. Orang Jawa biasa menyebut tingkah mereka ini sebagai dagelan (lelucon). Namun sayangnya, dagelan ini tidak lucu, bahkan mengenaskan! Sebagaimana para pendahulu mereka penyeru kebebasan -dari kalangan Sosialis Komunis- yang konon katanya pernah mementaskan ketoprak dengan judul Patine Gusti Allah (kematian tuhan) dan pada akhirnya lakon yang memainkan peran sebagai tuhan pun benar-benar mati di atas panggung. Subhanallah! Adakah pelecehan terhadap agama yang lebih keji dan lebih kotor daripada cara-cara semacam ini?!
Supaya anda tidak mengira bahwa apa yang telah diungkapkan di atas sekedar omong kosong tanpa bukti, berikut ini akan kami bawakan tulisan-tulisan mereka sendiri yang berusaha mengkritisi -kalau tidak mau dikatakan mengingkari- al-Qur’an dan ajaran-ajarannya. Ini semua akan menunjukkan kepada kita sejauh mana gerakan pemikiran ini telah berusaha menanamkan benih-benih pluralisme dan liberalisasi Islam kepada kaum muslimin. Dan yang sangat perlu diwaspadai oleh kita bersama adalah bahwasanya yang menjadi target utama serangan pemikiran ini adalah para generasi muda penerus bangsa, terkhusus lagi kalangan terpelajar yang duduk di bangku-bangku perguruan tinggi di berbagai penjuru negeri. Aduhai, andaikata kaumku mengetahui
1. Menganggap al-Qur’an Sebagai Produk Budaya
Dalam situs Islam Liberal, Ahmad Fuad Fanani menulis, “Al-Qur’an sebagai sebuah teks, menurut Nasr Hamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah produk budaya. (Tekstualitas Al-Qur’an, 2000) Hal ini dapat dibuktikan dengan rentang waktu terkumpulnya teks Al-Qur’an dalam 20 tahun lebih yang terbentuk dalam realitas sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu adanya dialektika yang terus-menerus antara teks (Al-Qur’an) dan kebudayaan manusia yang senantiasa berkembang secara pesat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka teks Al-Qur’an akan hanya menjadi benda atau teks mati yang tidak berarti apa-apa dalam kancah fenomena kemanusiaan.” (lihat artikelnya yang berjudul Metode Hermeneutika Untuk Al-Qur’an yang dimuat oleh situs resmi JIL)
2. Mempertanyakan Relevansi Firman Allah dan Hadits Nabi
Ulil berkata, “Teks Quran dan sunnah harus dibaca dalam konteks tantangan yang dihadapi oleh umat Islam sekarang. Jika ada ajaran dan doktrin dalam kedua sumber itu yang tak relevan dengan keadaan sekarang, maka kita tak boleh segan-segan untuk melakukan penafsiran ulang. Slogan kaum salafiyyah, bahwa tak ada ijtihad jika sudah ada jawaban yang eksplisit dalam teks agama (la ijtihada fi mahall al-nass), menjadi tak relevan. Ijtihad justru dan tetap diperlukan walaupun sudah ada teks yang jelas. Tantangan yang kita hadapi adalah menjawab pertanyaan pokok: apakah teks yang ada itu masih relevan dengan keadaan sekarang atau tidak.” (lihat Merekonstruksi Kembali Gerakan Salafiyyah, artikel Ulil di situs pribadinya yang diposting tanggal 27-8-2008)
Tokoh JIL yang lain Abdul Moqsith Ghazali berkata, “Kita mesti memilah-milih antara teks yang relevan dan yang tak relevan. Kita tak bisa mengawetkan tafsir-tafsir lama yang cenderung menistakan perempuan dan umat agama lain. Kita tak mungkin mempertahankan pandangan ulama yang melarang perempuan menjadi pejabat publik atau menghalalkan penumpahan darah umat agama lain. Tafsir yang demikian tak boleh mendominasi percakapan intelektual kita hari ini. Betapun canggihnya sebuah pemikiran jika berujung pada tindak kekerasan, maka ia batal dengan sendirinya. Karena itu, sekiranya mungkin, kita perlu mencari tafsir lama lain yang lebih mengapresiasi perempuan dan menghargai umat lain. Jika tak mungkin, kita seharusnya memproduksi tafsir baru yang memanusiakan kaum perempuan dan menghargai umat non-Muslim.” (lihat makalah ceramahnya yang berjudul Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam yang dimuat di situs resmi JIL)
3. Kesetiaan Terhadap Dalil Disebut Sebagai Taklid Gaya Baru
Ulil berkata, “Masyarakat kita saat ini tampaknya sedang hidup dalam era taklid baru. Dulu semangat yang menonjol dalam gerakan salafiyyah adalah mendobrak tradisi bermazhab dengan cara mengkritik praktek taklid. Saat ini, kita menyaksikan praktek taklid baru yang jauh lebih ‘menakutkan’, sebab taklid di sana dilakukan atas nama kembali kepada Quran dan sunnah sehingga seolah-olah memiliki wibawa suci yang kedap atas kritik.” (lihat Merekonstruksi Kembali Gerakan Salafiyyah, artikel Ulil di situs pribadinya yang diposting tanggal 27-8-2008)
4. Tidak Memahami Inti Ajaran Islam
Seorang mahasiswa UNSYIAH Banda Aceh Muhammad Mirza Adi, menuturkan, “Secara garis besar, inti dari ajaran Islam ada dua, yaitu mencintai satu Tuhan dengan segenap hati dan mencintai sesama manusia tanpa memandang agama, ras, serta latar belakang budaya sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Karena itu, tidak pernah sempurna iman seorang muslim kepada Allah sebelum dia mencintai orang lain layaknya ia mencintai dirinya sendiri.” (lihat artikelnya yang berjudul Tiga Pilar Kebebasan Beragama yang dimuat oleh situs resmi JIL)
Ahmad Wahib -salah satu tokoh penggagas pluralisme bersama Nurcholish Madjid dan lain-lain- memberikan pengakuan yang sangat jujur dalam catatan hariannya, “Aku belum tahu apakah Islam itu sebenarnya. Aku baru tahu Islam menurut Hamka, Islam menurut Natsir, Islam menurut Abduh, … Islam menurut yang lain-lain. Terus terang, Aku tidak puas. Yang kucari belum ketemu, belum kudapat, yakni Islam menurut Allah, pembuatnya. Bagaimana? Langsung dari studi al Quran dan Sunnah? Akan kucoba. Tapi, orang-orang lain pun beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah Islam menurut Aku sendiri. Tapi biar, yang penting adalah keyakinan dalam akal sehatku bahwa yang kupahami adalah Islam menurut Allah. Aku harus yakin itu!” (lihat artikel berjudul Mencari Islam Kontekstual: Menggumuli Spirit Ahmad Wahib (Refleksi Seorang Muallaf) ditulis oleh Sunlie Thomas Alexander sebagaimana tercantum dalam buku Pembaruan Tanpa Apologia, hal. 50-51)
5. Meragukan Keotentikan al-Qur’an
Editor JIL sekaligus dosen Paramadina yang bernama Luthfi Asysyaukanie mengatakan,” Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa Alquran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa Alquran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan Alquran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik, dan rekayasa. Alquran dalam bentuknya yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah sebuah inovasi yang usianya tak lebih dari 79 tahun.” (lihat artikelnya yang berjudul Merenungkan Sejarah Alquran yang dimuat oleh situs resmi JIL)
Meskipun demikian, Luthfi tidak ingin mengesankan bahwa dirinya meragukan bahwa al-Qur’an merupakan kalamullah. Oleh sebab itu dia mengatakan, “Saya cenderung meyakini bahwa Alquran pada dasarnya adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi tapi kemudian mengalami berbagai proses “copy-editing” oleh para sahabat, tabi’in, ahli bacaan, qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan. Proses-proses ini pada dasarnya adalah manusiawi belaka dan merupakan bagian dari ikhtiyar kaum Muslim untuk menyikapi khazanah spiritual yang mereka miliki. Saya kira, varian-varian dan perbedaan bacaan yang sangat marak pada masa-masa awal Islam lebih tepat dimaknai sebagai upaya kaum Muslim untuk membebaskan makna dari kungkungan kata, ketimbang mengatribusikannya secara simplistis kepada Tuhan. Seperti dikatakan seorang filsuf kontemporer Perancis, teks—dan apalagi teks-teks suci—selalu bersifat “repressive, violent, and authoritarian.” Satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan membebaskannya.” (lihat artikelnya yang berjudul Merenungkan Sejarah Alquran yang dimuat oleh situs resmi JIL)
Berbeda dengan pendahulunya Ahmad Wahib yang secara berani meyakini bahwa al-Qur’an bukan kalamullah. Sunlie Thomas Alexander menulis, “Al-Quran bagi Wahib bukan kalam Allah. “Dengan mengidentikkan al-Qur’an dengan kalam Allah, justru kita telah menghina Allah, merendahkan Allah dan kehendak-kehendakNya… (sebab) Dia adalah ‘yang tak terucapkan’.. Dia dan kalamNya adalah Dia yang tersembunyi bagi potensi dan ekspresi akal budi kita… Dia menemui manusia dalam akal budi dan iman manusia, tapi Dia sendiri jauh lebih agung daripada akal budi dan iman itu sendiri…” Tulis Wahib dalam catatan 15 September 1971 (lihat artikel  Mencari Islam Kontekstual: Menggumuli Spirit Ahmad Wahib (Refleksi Seorang Muallaf) dalam buku Pembaruan Tanpa Apologia, hal. 35)
6. Meragukan Kebenaran Islam dan Meremehkan Tauhid
Seorang mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis IAIN Walisongo Semarang bernama Muhammad Zubair Hasan menulis dalam situs Islam Liberal, “Dalam tataran eksklusif, kalau ditanya agama mana yang paling benar, sebagai umat Islam tentu kita akan mengatakan kalau agama kitalah yang paling benar. Umat dari agama lain pun akan mengatakan hal yang sama kalau diberi pertanyaan serupa. Umat Kristen akan mengatakan Kristenlah yang paling benar, dan seterusnya. Tapi dalam tatanan inklusif, ketika kita hidup dalam suatu masyarakat yang kompleks, yang di dalamnya terdapat berbagai jenis masyakat berbeda agama yang menjadi satu kesatuan menjadi sebuah kelompok sosial, truth claim terhadap agama masing-masing harus dihilangkan. Pada saat berada dalam posisi tersebut, kita harus mengakui agama lain sebagai agama yang benar. Tetapi walapun begitu, bukan berarti Islamlah agama yang paling selamat. Tak ada jaminan orang Islam akan masuk surga kelak, karena memasukan seseorang ke dalam surga adalah hak prerogatif Allah. Allah milik semua umat manusia. Setiap umat manusia, apapun agama mereka, berhak memasuki surga yang telah Allah janjikan bagi setiap manusia yang melakukan kebaikan.” (lihat artikelnya yang berjudul Memeluk Islam Bukan Garansi Keselamatan yang dimuat oleh situs resmi JIL)
Mahasiswa tersebut juga mengatakan tanpa malu-malu, “Apabila Allah hanya milik orang Islam sehingga hanya mereka yang akan mendapat kenikmatan surga di akhirat kelak, lalu dimana letak keadilan-Nya sebagai Tuhan? Apakah bisa dikatakan adil kalau ada orang yang beragama Islam yang selalu membuat kerusuhan dan kejahatan di dunia bisa masuk Surga, sementara ada orang yang tak pernah melakukan sesuatu, kecuali hal tersebut adalah suatu kebajikan, dalam setiap nafas kehidupannya kelak akan mendapat siksa-Nya di akhirat, hanya karena Islam tidak menjadi agama pilihannya ketika hidup di dunia. Kalau kita mempercayai hal tersebut, berarti secara tidak langsung kita telah melanggar agama kita sendiri dengan tidak percaya pada keadilan Allah.” (lihat artikelnya yang berjudul Memeluk Islam Bukan Garansi Keselamatan yang dimuat oleh situs resmi JIL)
Sekali lagi, dia ingin menyatakan pemikirannya yang amat kacau. Dia mengatakan, “Islam memang agama terakhir, agama penyempurna dari agama-agama yang telah ada sebelumnya. Tapi masuk Islam tidak bisa dijadikan jaminan utama untuk mencapai keselamatan akhirat, tidak juga dengan membaca dan mempercayai bahwa al-Qur’an adalah kitab yang membawa risalah terakhir Tuhan. Keselamatan akan didapat dengan menjalankan apa yang al-Qur’an sampaikan. Dan inti dari al-Qur’an ajarkan adalah al amru bi al-ma’ruf wa an-nahyu ‘an al-munkar. Tidak ada yang mengetahui apa rencana dan apa yang diinginkan Tuhan. Tetapi yang jelas, bukan Islam yang akan selamat, tetapi orang yang melaksanakan ajaran suatu agama yang mengajarkan segala bentuk kebaikan dan melarang kemungkaran yang akan selamat dan mendapatkan ridho-Nya. Bahkan seorang pelacur bisa masuk surga karena telah memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan.” (lihat artikelnya yang berjudul Memeluk Islam Bukan Garansi Keselamatan yang dimuat oleh situs resmi JIL)
7. Memuja Akal, Memakai Hadits Lemah, dan Menyelewengkan Istilah
Abdul Moqsith Ghazali berkata, “Akal yang dimiliki manusia merupakan anugerah Allah paling berharga. Ia tak hanya berguna untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang yang baik dan yang buruk, tapi juga untuk menafsirkan kitab suci. Tanpa akal, kitab suci tak mungkin bisa dipahami. Menurut Ibn Rushd, dalam agama, akal berfungsi untuk menakwilkan kitab suci ketika teks kitab suci tak bisa dikunyah akal sehat. Sebuah hadits menyebutkan, “al-din aql la dina li man la aqla lahu” [agama itu adalah akal, tak ada agama bagi orang yang tak berakal]. Maka benar ketika para ulama menyepakati bahwa kebebasan berfikir (hifdzl al-‘aql) termasuk salah satu pokok ajaran Islam (maqashid al-syariah). Dengan demikian seharusnya Islam lekat dengan kebebasan berfikir.” (lihat makalahnya Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam yang dimuat di situs resmi JIL)
Dalam rangka membela penafsiran liberal yang mereka tawarkan, Ulil mengatakan dengan nada penuh percaya diri, “Ciri lain dalam demokratisasi penafsiran: terkikisnya kecenderungan untuk menganggap bahwa tafsir yang berbeda secara mendasar dengan tafsir ortodoks sebagai tafsir sesat. Tradisi menyesatkan tafsir yang berbeda harus digantikan dengan tradisi lain yang lebih demokratis, yaitu dialog antar penafsiran yang berbeda. Sebutan yang pas untuk tafsir yang bertentangan dengan tafsir dominan bukan “tafsir sesat” tetapi “tafsir yang berbeda”. Konsep atau etos yang perlu dikembangkan bukan ethos of deviation, sebaliknya ethos of difference. Yang perlu dikembangkan adalah cara pandang yang melihat tafsir yang tidak sama sebagai tafsir berbeda, bukan tafsir menyimpang. Hanya dengan cara seperti inilah kita bisa mengembangkan tradisi pemikiran dan kehidupan keagamaan yang sehat di masa mendatang.” (lihat artikelnya yang berjudul Tentang Penafisran Quran dan Demokratisasi Tafsir, dimuat dalam situs pribadinya tanggal 9-7-2010)
Inilah bukti-bukti nyata yang menunjukkan bahwa sebenarnya pemikiran yang diusung oleh JIL  hanyalah pembodohan, bahkan suatu bentuk pelecehan terhadap Islam dan al-Qur’an.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Sunday, 19 February 2012

Transgender dalam Islam

Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan adanya kasus pemalsuan jenis kelamin yang yang akhirnya sampai pada proses hokum. Seperti kasus yang menimpa pasangan Alter, dimana ditengarai bahwa “Alter” ini sebenarnya dulu adalah perempuan, yang pada akhirnya berubah menjadi laki-laki. Demikian juga kasus sdr Agus di Jawa tengah, yang semula laki-laki sekarang telah menjadi perempuan dan sudah melakukan operasi ganti kelamin. Belum lagi saat ini banyak kita jumpai para waria  berkeliaran di jalanan untuk mengamen khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan memakai kerudung.

Fenomena sejenis ini sebenarnya sudah lama terjadi bahkan kalau kita lihat penjelasan di Al Qur’an, yaitu pada saat Nabi Luth dimana kaumnya di adzab oleh Allah gara-gara melakukan kema’syiatan yaitu hubungan sejenis. Ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual. Bagaimanakah sebenarnya Islam memandang masalah transgender tersebut dan bagaimanakah hukum operasi kelamin serta mengubah-ubah jenis kelamin serta peran dokter dan para medis dalam hal ini. Apa konsekuensi hukum dari pengubahan alat kalamin tersebut misalnya menyangkut pembagian warisan, ibadah dan interaksi sosial.
Apakah Transgender itu?
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

Bagaimana Islam Memandang Transgender & Operasi Ganti Kelamin?
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ  وَالْأُنثَ
”Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan.
Antara Khuntsa dan Waria
Al Khuntsa, dari kata khanitsa yang secara bahasa berarti: lemah dan lembut. Maka dikatakan: Khannatsa Ar Rajulu Kalamahu, yaitu: laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, yaitu lembut dan halus.  (al Fayumi, al-Misbah al Munir – Kairo, Daar al Hadist, 2003,- hlm : 112) Al-Khuntsa secara istilah adalah: seseorang yang mempunyai dua kelamin; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air kencing. (al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168 , Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu: 8 / 426). Adapun waria atau dalam bahasa Arabnya disebut al Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa waria (portmanteau dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari.
Waria ini terbagi menjadi dua:
Pertama:  orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri. Kedua: orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam katagori yang dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw di dalam beberapa hadistnya. Dari keterangan di atas, bisa dinyatakan bahwa waria bukanlah khuntsa. Karena waria statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum jelas. Perbedaan antara istilah khuntsa dan waria seperti yang diterangkan di atas sangat membantu bagi kita untuk membahas hukum-hukum yang menyangkut keduanya.

Hukum Operasi Kelamin

Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai hukum tersendiri dalam fikih:
Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Ketiga : Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya.
Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda. Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)
Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.
Kesimpulan
Oleh karena dengan penjelasan di atas, sudah sangat jelas mana yang boleh dan mana yang diharamkan oleh Allah Swt. Untuk kasus Alter, hendaknya pemerintah meneliti apakah benar Alter adalah memang sejak kecil adalah seorang laki-laki yang oleh orang tuanya dipaksa untuk berperan sebagai perempuan sebagaimana penuturan ibunya. Kalau memang benar, maka tidak selayaknya Alter mendapat hukuman. Demikian juga hendaknya pemerintah dengan tegas melarang aktivitas-aktivitas  masyarakat dimana seorang laki-laki bertingkah laku  menyerupai perempuan atau sebaliknya. Jangan malah dibiarkan, sehingga seolah-olah perbuatan tersebut menjadi benar. Wallahu a’lam bishowwab

Saturday, 11 February 2012

Keutamaan Seorang Ibu/Istri


Rasulullah saw bersabda : “ sampaikanlah kepada perempuan-perempuan yang kamu jumpai bahwasanya :
  • Taat kepada suami dengan penuh kesadaran, maka pahalanya seimbang dengan pahala para pembela agama Allah swt, tetapi sedikit sekali dari kamu sekalian yang mau menjalankannya.
  • Sungguh memintakan ampun untuk seorang istri yang berbakti kepada suaminya yaitu : burung di udara, malaikat dilangit, selama ia senantiasa dalam keridhaan suaminya.
  • Siapa saja istri yang meninggal dunia sedang suaminya ridha terhadap kepergiannya, maka ia akan masuk ke surga.
  • Bila seorang suami pulang ke rumah dengan perasaan gelisah dan istrinya menghiburnya, maka istri mendapatkan 10 pahala jihad.
  • Bila seorang wanita mengerjakan dan menjaga shalatnya, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga amanah suaminya dan mentaati suaminya, Allah swt akan memberikan izin padanya untuk memasuki surga dari pintu mana saja yang dia sukai.
  • Bila seorang wanita tidak dapat tidur pada tengah malam dikarenakan terganggu oleh anaknya, maka Allah swt akan memberikan pahala kebaikan membebaskan 20 orang budak.
  • Bila seorang wanita tidak dapat tidur karena sakit dan menyusui anaknya, maka Allah swt akan mengampuni seluruh dosa-dosanya dan mendapatkan 12 tahun pahala ibadah.
  • Bila seorang wanita mulai menyiapkan makanan dan memasak dengan memulai bismillah, maka Allah swt akan memberikan berkah di dalam nafkah mereka di dalam rumah tersebut.
  • Bila seorang wanita menyapu rumahnya sambil berdzikir, maka Allah swt akan memberikan pahala menyapu Ka`bah, yang mana melakukan 1 kebaikan di Masjidil Haram ganjarannya adalah 10.000 kebaikan.
  • Bila seorang anak menangis pada malam hari dan ibunya tidak marah tapi malah membujuknya dengan kasih sayang, maka ia akan mendapatkan pahala 1 tahun ibadah.
  • Allah swt akan memberikan pahala 1000 ibadah haji dan umrah dan 1000 malaikat akan memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat karena ia telah melahirkan anaknya dengan sabar dan ikhlash.
  • Wanita yang menyusui anaknya, maka setiap tetesan air susu tersebut akan mendapatkan 1 pahala dan apabila cukup 2 tahun menyusui, maka malaikat-malaikat di langit akan mengabarkan berita bahwa surga wajib baginya.
  • Wanita yang menjaga anaknya yang sakit di waktu malam hari pahalanya seperti membebaskan 20 orang hamba sahaya dan akan mendapat 12 tahun pahala ibadah bila dia menghibur anaknya.
  • Wanita yang mencuci pakaian suami dan anak-anaknya akan mendapat 1000 kebaikan dan akan diampuni kesalahannya, bahkan segala sesuatu yang disinari matahari meminta ampun baginya serta Allah swt mengangkat 1000 derjat baginya.
  • Wanita yang paling besar berkahnya bagi suaminya ialah wanita yang ringan nafkahnya. (H.R Ahmad)
  • Bila seorang wanita hamil, shalatnya 2 rakaat adalah lebih baik daripada 80 rakaat shalatnya wanita yang tidak hamil.
  • Bila seorang wanita hamil sampai melahirkan, maka Allah swt akan memberikan padanya pahala bagaikan ia selalu berpuasa pada siang hari dan shalat sepanjang malam selama masa ia hamil itu.
  • Bila seorang wanita hamil ia akan mendapatkan pahala 70 tahun shalat nafil 70 tahun puasa
  • Bila seorang wanita ketika hendak melahirkan, untuk setiap 1 sakit yang dideritanya akan mendapatkan pahala para mujahid.
  • Bila seorang wanita maninggal diantara 40 hari setelah melahirkan ia akan mendapat pahala mati syahid.
  • Bila seorang suami pulang ke rumahnya kemudian bersalaman dengan istri yang menyambutnya, maka dosa-dosa mereka berdua akan berguguran sebelum kedua tangan itu berpisah.”
Berikut Ini Video Bukti Surga di Telapak Kaki Ibu Klik Disini

VIDEO BUKTI SURGA DITELAPAK KAKI IBU

Valentine Day dalam pandangan Islam

Valentine Menurut IslamWaktu terus bergulir tak terasa kini kita sudah berada di tahun 2013. Tahun yang katanya akan terjadi kiamat ramalan 2013 tersebut diprediksi oleh suka maya. Benar atau tidaknya ramalan tersebut hanya Allah yang tahu, karena dia yang menciptakan bumi ini beserta seluruh isinya.





Nah diawal tahun tepatnya dibulan kedua masehi : Ferbruari ada sebuah tanggal yang katanya hari kasih sayang atau
hari valentine. Hari dimana sebagian manusia bumi ini merayakannya dengan suka cita. Namun tahukan anda sejarah valentine dan pandangan valentine menurut islam?

Dibawah ini ada kutipan yang membahas mengenai hari
valentine menurut islam atau sudut pandang islam tentang valentine days

Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.


Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.

Firman Allah s.w.t. dalam Surah AL Imran (keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.


HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN:-


Dalam masalah Valentine itu perlu difahami secara mendalam terutama dari kaca mata agama kerana kehidupan kita tidak dapat lari atau lepas dari agama (Islam) sebagai pandangan hidup. Berikut ini beberapa hal yang harus difahami di dalam masalah 'Valentine Day'.


1. PRINSIP / DASAR

Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan kepada pesta jamuan 'supercalis' bangsa Romawi kuno di mana setelah mereka masuk Agama Nasrani (kristian), maka berubah menjadi 'acara keagamaan' yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine.

2. SUMBER ASASI

Valentine jelas-jelas bukan bersumber dari Islam, melainkan bersumber dari rekaan fikiran manusia yang diteruskan oleh pihak gereja. Oleh kerana itu lah , berpegang kepada akal rasional manusia semata-mata, tetapi jika tidak berdasarkan kepada Islam(Allah), maka ia akan tertolak.

Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120 :“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.


Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.


3. TUJUAN

Tujuan mencipta dan mengungkapkan rasa kasih sayang di persada bumi adalah baik. Tetapi bukan semEnit untuk sehari dan sehari untuk setahun. Dan bukan pula berarti kita harus berkiblat kepada Valentine seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas Islam. Islam diutuskan kepada umatnya dengan memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang dan menjalinkan persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”.

4. OPERASIONAL

Pada umumnya acara Valentine Day diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara.
Perhatikanlah firman Allah s.w.t.:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Surah Al Isra : 27)

Surah Al-Anfal ayat 63 yang berbunyi : “…walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.


Sudah jelas ! Apapun alasannya, kita tidak dapat menerima kebudayaan import dari luar yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan (akidah) kita. Janganlah kita mengotori akidah kita dengan dalih toleransi dan setia kawan. Kerana kalau dikata toleransi, Islamlah yang paling toleransi di dunia.


Sudah berapa jauhkah kita mengayunkan langkah mengelu-elukan(memuja-muja) Valentine Day ? Sudah semestinya kita menyedari sejak dini(saat ini), agar jangan sampai terperosok lebih jauh lagi. Tidak perlu kita irihati dan cemburu dengan upacara dan bentuk kasih sayang agama lain. Bukankah Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim. Bukan hanya sehari untuk setahun. Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam lebih luas dari semua itu. Bahkan Islam itu merupakan 'alternatif' terakhir setelah manusia gagal dengan sistem-sistem lain.


Lihatlah kebangkitan Islam!!! Lihatlah kerusakan-kerusakan yang ditampilkan oleh peradaban Barat baik dalam media massa, televisi dan sebagainya. Karena sebenarnya Barat hanya mengenali perkara atau urusan yang bersifat materi. Hati mereka kosong dan mereka bagaikan 'robot' yang bernyawa.


MARI ISTIQOMAH (BERPEGANG TEGUH)

Perhatikanlah Firman Allah :
“…dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim”.

Semoga Allah memberikan kepada kita hidayahNya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan Islam sehingga hati kita menerima kebenaran serta menjalankan ajarannya.


Tujuan dari semua itu adalah agar diri kita selalu taat sehingga dengan izin Allah s.w.t. kita dapat berjumpa dengan para Nabi baik Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w.


Firman Allah s.w.t.:

“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka dia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat dari golongan Nabi-Nabi, para shiddiq (benar imannya), syuhada, sholihin (orang-orang sholih), mereka itulah sebaik-baik teman”.

"VALENTINE" adalah nama seorang paderi. Namanya Pedro St. Valentino. 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Sepanyol. Paderi ini umumkan atau isytiharkan hari tersebut sebagai hari 'kasih sayang' kerana pada nya Islam adalah ZALIM!!! Tumbangnya Kerajaan Islam Sepanyol dirayakan sebagai Hari Valentine. Semoga Anda Semua Ambil Pengajaran!!! Jadi.. mengapa kita ingin menyambut Hari Valentine ini kerana hari itu adalah hari jatuhnya kerajaan Islam kita di Spanyol..


Demikianlah sudut pandang islam menanggapi
valentine menurut islam, semoga kita sebagai muslim dapat mengambil kesimpulan dari pembahasan diatas. Amin

Untuk jelasnya lihat Asal Usul Valentine Day

Saturday, 21 January 2012

Shalatlah Seperti Shalatnya Orang Yang Hendak Berpisah Dengan Dunia


Hadits
Dari Abu Ayub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia). Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta udzur karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.”
(Hasan. Dikeluarkan oleh Ahmad (5/412), Ibnu Majah(4171), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (1/462) Al Mizzi (19/347) dan Lihat Ash Shahihah (401))
Penjelasan Hadits
Alangkah indahnya ketiga wasiat ini. Apabila dijalankan oleh seorang hamba, maka sempurnalah semua urusan dan tentu dia akan berhasil.
Wasiat pertama, menganjurkan untuk menyempurnakan shalat dan berijtihad agar mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Hal itu dengan menghisab diri terhadap semua shalat yang dikerjakan serta menyempurnakan semua kewajiban, fardhu ataupun sunnah-sunnah yang ada di dalam shalat. Hendaknya juga bersungguh sungguh merealisasikan tingkatan ihsan yang merupakan derajat tertinggi, dengan kehadiran yang betul-betul sempurna di hadapan Rabbnya. Yakni bahwa dia sedang berbicara lirih dengan Rabbnya melalui apa yang dibacanya, yakni doa ataupun dzikir-dzikir lainnya. Tunduk kepada Rabbnya dalam setiap posisi; berdiri, ruku’, sujud, turun maupun naik (dari ruku’ atau sujud serta akan berdiri).
Tujuan yang mulia ini didukung pula dengan kesiapan jiwa tanpa ragu dan rasa malas di hatinya. Bahkan, hatinya senantiasa hadir dalam setiap shalat, seakan-akan itu adalah shalat orang yang akan berpisah (mau meninggal dunia) atau seolah-olah tidak akan shalat lagi sesudah itu (karena wafat).
Sudah dimaklumi bahwa orang yang akan meninggal dunia akan berusaha dengan sunguh-sunguh mencurahkan segenap daya upayanya, bahkan selalu dalam keadaan mengingat pengertian-pengertian dan sebab yang kuat, sehingga mudahlah semua urusannya, lalu itu menjadi kebiasaannya.
Shalat dengan cara seperti itu akan mencegah pelakunya dari semua akhlak yang rendah dan mendorongnya berhias dengan akhlak yang menarik, karena hal itu akan memberi pengaruh dalam jiwanya, yaitu bertambahnya iman, cahaya, dan kegembiraan hati, serta kecintaan yang sempurna terhadap kebaikan.
Wasiat kedua, menganjurkan untuk menjaga lisan dan senantiasa mengawasinya karena menjaga lisanlah kendali semua urusan seseorang. Jika seseorang mampu menguasai lisannya, niscaya dia dapat menguasai seluruh anggota tubuhnya yang lain. Tetapi jika justru dirinya dikuasai oleh lisannya dan tidak menjaganya dari perkataan yang mengandung mudarat, maka urusannya akan sia-sia, baik agama maupun dunianya. Maka janganlah berbicara sepatah katapun melainkan harus diketahui apa manfaatnya bagi agama atau dunia. Semua pembicaraan yang di dalamnya ada kemungkinan mendapat kritik atau bantahan, hendaknya ditinggalkan, karena kalau dia berbicara maka dikuasai oleh ucapan tersebut, sehingga ia akan menjadi tawanannya. Bahkan, sering kali menimbulkan mudarat yang tidak mungkin dihindari.
Wasiat ketiga, menyiapkan diri bergantung hanya kepada Allah semata dalam semua urusan kehidupan dunia dan akhirat. Tidak meminta kecuali kepada Allah dan tidak bersikap tamak kecuali terhadap karunia-Nya. Juga menyiapkan diri untuk berputus asa terhadap apa yang ada di tangan manusia. Demikian itu karena ‘putus asa’ adalah penjaga. Siapa yang berputus asa dari sesuatu, dia akan measa tidak membutuhkannya. Sebagaimana dia tidak meminta dengan lisannya kecuali hanya kepada Allah maka hatinya pun tidak bergantung kecuali kepada Allah.
Oleh sebab itu, tetaplah menjadi seorang hamba sejati bagi Allah, selamat atau bebas dari pengabdian kepada sesama makhluk. Sungguh, dia telah memilih kebebasan dari perbudakan mereka dan dengan itu pula dia telah memperoleh kedudukan yang tinggi dan mulia. Sesungguhnya bergantung kepada sesama makhluk menimbulkan kehinaan dan jatuhnya harga diri dan kedudukan seseorang sesuai dengan tingkat ketergantungannya kepada mereka.
Wallahu a’lam.

Bidadari Syurga

Mereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu. Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup bersama mereka.
Semuanya itu adalah anugrah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk tubuh yang merupakan bentuk wanita  yang paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan putih bersih. Aisyah RadhiAllahu anha pernah berkata: “warna putih adalah separoh keindahan”
Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith. Seorang penyair berkata:
Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat

Al-’In jama’ dari aina’, artinya wanita yang matanya lebar, yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu matanya panjang dan hitam. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari yang  baik-baik lagi cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya:  “Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)
Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan mereka tidak pernah keluar dari  rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar, karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.
Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllahu anha, pernah bertanya kepad Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?”  Beliau menjawab,”Di tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir yang menikahi seorang janda, yang artinya: “Mengapa tidak engkau nikahi wanita gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany)
Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub, jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus.
Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda, tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan. Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.
Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam